Rabu, 09 November 2011

De Pe (Renungan Batin - 8)

De Pe
(Renungan Batin)

Suatu hari ketika aku sedang mengurus sesuatu. Petugasnya bertanya : “Apa inisialnya?” lalu aku menjawab dengan cepat “ De Pe (DP). Spontan dia berkomentar “ Dewi Persik.. goyang gergaji” . Akupun tak kalah gesit menjawab “ bukan pak, Daniel Puspo !” Dalam hatiku, ada-ada saja bapak itu, lha jalan aja sulit kok pakai goyang gergaji…he he

Inisial De Pe (DP) ini juga sangat dikenal dengan Down Payment alias uang muka misalnya bila kita kredit sesuatu. Namun DP ini bisa diartikan lebih luas lagi dalam penggunaannya. Ini contohnya :

Ketika aku tertarik dengan seorang gadis maka aku berusaha untuk menyatakan perasaanku. Ada banyak hal kuusahakan supaya dapat memikat hatinya. Aku sering melayangkan SMS dengan kalimat-kalimat yang bernada perhatian apalagi kebetulan saat dia ulang tahun, aku tahan tidak tidur menunggu detak jam dua belas malam lebih satu detik untuk bisa ngucapin hari istimewanya itu.

Tak segan-segan aku kirimi permen coklat kegemarannya. Selain itu aku siap menjadi ojek pribadi yang mau mengantarkan kemanapun dia pergi. Kapanpun dia butuh, aku selalu ada di sana. Kadang dia berkomentar “kamu kok baik banget siiiih ? !” sambil mencubit manja lenganku. “ah biasa aja kok…’ jawabku pura-pura

Sering pula ku traktir dia makan dari cimol, siomay, batagor, bakso sampai makanan di restaurant mahal (meski hanya sesekali). Wah dia senang dan lahap sekali makannya bahkan kadang sampai nambah, meskipun kadang aku nyengar-nyengir memikirkan uangku yang tidak banyak…jangan-jangan bisa nge-bon lagi nanti karena kiriman uang dari orang tuaku masih beberapa minggu lagi.

Akhirnya hari itu tiba. Saat proklamasi dimana kami sepakat untuk “jalan bersama”. Hubunganku dengannya makin terikat atau aku sengaja mengikatnya. Kami saling menyebut papa mama. He he lucu tapi rasanya mesra sekali. Kami juga membeli cincin yang sama meskipun hanya terbuat dari kerang, supaya orang tahu kami satu.

Aku juga mengambil uang tabunganku untuk membelikan dia Laptop supaya dipakainya untuk mengerjakan skripsinya kelak. Kami saling berkunjung dan berkenalan dengan orang tua kami masing-masing. Bahkan kadang menginap di rumahnya karena alasan hujan atau kemalaman, orang tuanya memaksanya demikian meskipun aku senang dipaksa bila disuruh seperti itu he he.

Sampai kamipun sudah membuat rekening bersama. Istilahnya tabungan masa depan untuk kami berdua.

Namun lama-lama aku mulai merenung. Bukankah kami belum menjadi suami istri. Dan kamipun juga belum tahu kapan akan menikah. Bagaimana kalau kami putus? Lalu bagaimana dengan apa yang sudah kami lakukan tersebut. Aku bertindak salah karena menganggap tindakan kami seperti uang muka atau down payment (DP), padahal hubungan kami masih belum pasti jadi membawa pada pernikahan karena juga kami masih muda dan kalau toh ada rencana menikah masih jauh ke depan. Kami terlalu cepat bertindak.

Aku juga menyesali kenapa kami sudah terlalu “jauh” masuk ke keluarga kami. Bagaimana kalau ternyata nanti kami merasa tidak cocok dan tidak bisa melanjutkan hubungan kami. Lalu bagaimana menjelaskan kepada orang tua kami masing-masing?

Wah jangan-jangan dulu ketika aku sedang naksir dia. Ketika aku semangat memberi perhatian kepadanya, aku seperti memberinya umpan supaya dia mau jadi pacarku. Aduh..bisa jadi pacarku suka karena perhatian-perhatianku. Wah berbahaya sekali, bagaimana kalau aku nanti tidak bisa memberi perhatian padanya?

Aku laki-laki mudah sekali bertindak ceroboh seperti itu dan tidak menyadari bahwa itu bisa menjebak seorang perempuan. Bila aku ingin mendapatkan cinta yang tulus, aku harus bijak mengendalikan kecenderungan dorongan untuk memperhatikan ini secara bijaksana.

Pwk, 10 Nov 2011
(HOPE- House of Peanut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar