Senin, 07 November 2011

MESKI PUNYA ANAK SELALU INGIN MENJADI ANAK

kalimat ini saya dapatkan dari pernyataan seorang teman yang baru saja berduka karena ibunya dipanggil Tuhan. Ayahnya sudah meninggal ketika dia masih kecil. Artinya sekarang dia sudah tidak memiliki orangtua lagi di dunia ini. Dia sudah menikah dan dikaruniai lebih dari satu anak, namun nampaknya “ditinggal” orangtuanya menjadi sesuatu kehilangan yang serius.

Dalam hati saya setuju dengan pernyataan teman saya itu. Sepertinya ada sesuatu yang kosong, lenyap dan terambil dari hidupnya bila orangtua kita meninggal. Orangtua menempati ruang khusus di hati kita. meskipun kita sudah menikah dan memiliki beberapa anak, namun “tempat” orangtua di hidup kita itu sesuatu yang tidak tergantikan dan sangat spesial. Sebagaimana “tempat” bagi istri dan anak-anak kita mengisi ruang spesial yang lain dalam hidup kita.

Saya pernah mengalami dan merasakan hal tersebut. Ketika ayah saya meninggal tahun 1996. Meskipun hubungan kami tidak dekat. dia pindah ke Jakarta sejak saya masih di dalam kandungan ibu. kami jarang berkomunikasi dan bertemu meskipun beliau tidak bercerai dengan ibu, tapi karena alasan tertentu beliau pergi. beliau menikah lagi dan memiliki dua anak. Namun ketika beliau meninggal, saya merasa ada yang sepi dan terenggut dari hati saya. selama beberapa hari saya merasa berduka dan senyap, meskipun tidak sampai berbulan-bulan.

Ditinggal menghadap Tuhan oleh orangtua akan membuat kita merasa “sendirian” di dunia ini, seperti anak “terhilang” (lolo- dalam bahasa jawa) yang artinya hidup sebatang kara, tiada yang peduli dan entah bagaimana nasibnya. Kita seperti merasa kehilangan tempat bersandar, tempat mengadu, tempat untuk merasakan belaian, tempat untuk mendapatkan rasa aman, tempat mendapatkan penerimaan dan sebagainya.

Saya tidak tahu persis kenapa semua itu bisa terjadi dan terasa demikian, mungkin karena kita ada melalui mereka. mereka bagian dari hidup kita. ini merupakan misteri. Sulit untuk diceritakan namun dirasakan. Tidak kebetulan Tuhan menjadikan kita ada melalui mereka. Bahkan sekalipun mereka tidak merancang namun Tuhan mendesainnya sedemikian rupa.

Memang tidak sedikit orangtua yang tidak menyayangi anaknya namun justru menyia-nyiakan bahkan dianiaya dan dibunuh dengan berbagai macam alasan. Apakah mereka bisa dikatakan menjadi tempat bersandar dan memperoleh rasa aman itu? bukankah mereka justru menciptakan rasa tidak aman bagi anak-anaknya? kadang ada yang berpendapat, lebih baik tidak punya orangtua dari pada punya orangtua tapi yang menyakitkan hati. Tentu saya menyadari hal tersebut. Itu sesuatu yang tidak mudah untuk ditanggung dan akibatnya begitu menyedihkan dan bisa panjang sekali pengaruhnya. tentu orangtua yang demikian harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada Sang Empunya si anak yang sesungguhnya.

Namun yang ingin saya katakan disini adalah mengenai keberadaan anak dan keberadaan orangtua. terlepas dari apapun yang orangtua lakukan pada anaknya, anak merupakan bagian dari orangtua dan orangtua bagian dari anak. Bukankah kita juga mewarisi dari keberadaan orangtua kita, minimal secara fisik : kemiripan wajah, penyakit tertentu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, biarlah kita terus menaruh hormat kepada orangtua kita bukan karena apa yang mereka telah, sedang dan akan perbuat bagi kita tapi karena kita adalah bagian dari mereka, kita ada melalui mereka. Bila mereka masih hidup, ini merupakan kesempatan kita untuk banyak berbuat sesuatu kepada mereka sehingga kelak bila mereka dipanggil Tuhan maka tidak ada lagi penyesalan yang kita tanggung. Namun, bila orangtua kita telah meninggal, biarlah kita selalu mengenang mereka dan menceritakan keberadaan mereka kepada anak-anak kita.

Selain itu, kita bisa mengajarkan pada anak-anak kita mengapa dan bagaimana menghormati orangtua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar