Kamis, 24 November 2011

Pembantuku, sayangku..

Tak disadari betapa berartinya keberadaannya selama ini. Sudah lama tidak terasa tersambung ikatan batin yang sangat dalam. Ikatan yang hanya dirasakan di dada yang melampaui akal. Hubungan khusus antara majikan dan pembantu. Hal itu nyata terasa dalam kebersamaan : makan bersama, curhat, mengerjakan pekerjaan rumah bersama bahkan kadang tidur bersama.

Namun ketika dia pergi, pulang ke rumahnya dan tidak menjadi pembantu lagi. Rumah ini menjadi sepi. Terasa ada yang hilang dan terkoyak dari hati. Maka tidak tahan dan menangislah dalam sepi hati sang majikan yang merana kesepian itu.

Kisah nyata tersebut dialami oleh seorang teman saya (perempuan) baru-baru ini. Dia malam-malam SMS ke HP saya dan menceritakan kalau dia merasa kesepian setelah pembantunya keluar kerja. Pembantu itu (sebut saja, mbak Inah) sudah lebih dari 20 tahun bekerja di rumahnya. Dia sangat setia mengabdi dan menjadi orang yang mengurusi segala pekerjaan di rumah. Meskipun kadang gajinya dihutang dulu oleh orangtua teman saya tadi dan baru diberikan kalau lagi butuh. Setiap hari sering di rumah sendiri kalau pagi sampai sore karena tuan rumahnya bekerja seharian bahkan sampai malam.

Kembali ke teman saya tadi. Karena mbak Inah sudah lama tinggal di situ maka terjalinlah rasa kedekatan secara manusiawi antara teman saya tersebut dengan mbak Inah. Kedekatan itu tentu dapat dimaklumi karena ke dua orangtua teman saya tersebut memiliki usaha dan pulangnya sampai malam hari. Otomatis suasana di rumah sangat sepi dan hanya dia dan mbak Inah yang ada. Bila teman saya tersebut pulang kerja yang dijumpai cuma mbak Inah. Baru setelah orangtuanya pulang, dia bisa bertemu dan makan bersama. Namun kadang orangtuanya setelah sesampai di rumah, sibuk urusan sendiri-sendiri dengan nonton TV. Yang satu lihat TV di kamar, yang lain lihat TV di ruang keluarga. Tidak jarang juga orangtuanya bertengkar.

Hal-hal ini membuat teman saya tersebut tidak nyaman. Rumah seharusnya menjadi tempat nyaman untuk berkomunikasi antar anggota keluarga setelah seharian sibuk dengan pekerjaan namun justru semuanya itu tidak dia alami. Media hiburan televisi justru menjadi salah satu perusak hilangnya komunikasi keluarga itu.

Sebagai manusia tentu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Tak memandang status sosial atau latar belakang apapun, kita tidak bisa hidup dan menanggung masalah sendiri. Bisa saling berbagi (curhat) apalagi dengan anggota keluarga akan sangat menyehatkan secara jiwa. Bila ada yang “menampung” ketika kita sedang mengalami tekanan masalah, maka kita akan terhindarkan dari kemungkinan sakit jiwa.

Kesepian sudah menjadi momok di masyarakat modern sekarang ini. Kesibukan, alat-alat komunikasi, media dan sebagainya dapat menjadi alat yang efektif untuk menghancurkan jiwa manusia bila manusia tidak bijaksana menggunakannya.

Bagi teman saya yang adalah majikan, tidak menjadi persoalan dengan siapa dia bisa curhat dan diterima termasuk dengan mbak Inah, pembantunya. Yang penting dia nyaman dan lega. Itu kebutuhan esensi manusia.

Maka ketika mbak Inah yang selama ini menjadi teman curhatnya “pergi” maka menangislah ia. Pembantuku, sayangku..

Juni, 8 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar