Senin, 07 November 2011

SUP KACANG MERAH (Renungan Batin-1)

Suatu siang Sasau berlari tergopoh-gopoh memasuki rumah. Wajahnya penuh dengan peluh, menandakan sepulang dari perjalanan panjang dan melelahkan. Matanya menyusuri setiap ruang, seperti mencari sesuatu yang dapat memuaskannya.

... Akhirnya pandangannya tertumbuk pada sebuah benda yang terletak di atas meja. Ada asap bening mengepul dari benda itu. Terhampar cairan masakan dengan aroma yang menggiurkan. Ya ada sepiring kacang merah yang baru saja selesai dimasak. Baunya begitu menggoda. Lidah Sasau bergoyang-goyang tak sabar ingin menyantapnya. Perutnya mulai bergejolak meronta-ronta. Seleranya terpacu. Meskipun hawa dan sajiannya panas tak dihiraukannya karena rasa lapar yang tertahan dan sup itu terasa menggoda.

Diraihnya piring itu dan ia segera ingin menyuapkan ke mulutnya namun tiba-tiba ada suara menegurnya.

“Hei jangan dimakan !”

Sasau terkejut dan menoleh ke arah suara itu, ternyata adiknya Yakubi. “kamu boleh makan sup itu tapi ada syaratnya” jelas adiknya lagi

“Apa?”

“Tukar dengan hak kesulunganmu, mau?”

Sasau berpikir keras, tapi dengan cepat dia mengambil keputusan “ iya mau”. Pikirnya untuk apa hak kesulungannya itu, baginya yang penting saat ini adalah makan dan bisa kenyang tanpa mempedulikan apa akibatnya kelak.

Pada saatnya kelak, Sasau menyesali keputusannya sambil menangis tapi tidak bisa merubah apa-apa. Semua sudah berlalu, nasi sudah menjadi bubur. Tinggal penyesalan yang tak berarti.

Banyak tawaran-tawaran yang disodorkan oleh si jahat dalam hidup orang percaya : materi, kedudukan, sex, popularitas dan teman hidup dsb. Dan biasanya, anak-anak muda “jatuh” dalam persoalan TEMAN HIDUP.

Pertama-tama sepertinya tidak begitu menjadi masalah, namun seiring dgn pertambahan usia, tekanan keluarga, pandangan orag lain dan dorongan keinginan untuk memiliki teman hidup akan membuat tantangan menjadi tidak mudah. Apalagi ditambah dengan rasa “haus” kasih sayang, belaian, penerimaan, pengertian dsb makin bertambah komplek.

Awal kejatuhan kadang-kadang bisa dari pertemuan reuni teman-teman sekolah dulu, teman kerja yang sering ketemu, perasaan dimengerti, curhat-curhat, merasa ditolong, dan sebagainya yang sebenarnya sangat alamiah namun setelah itu ada tindakan-tindakan lanjutan, ini yang jadi masalah, misalnya saling kirim SMS, telp atau pertemuan-pertemuan dan pembicaraan-pembicaraan yg mulai lebih dalam.

Lalu berkembanglah perasaan dan lama-lama logika, prinsip-prinsip dan nilai-nilai mulai dilanggar. Bila sudah terikat maka biasanya akan relatif sulit untuk “dilepaskan”.
Banyak orang gagal dan kemudian hidupnya hancur. Mari kita merenungkan secara dalam `: apakah kita ingin bahagia yg sesaat atau kekal ? apakah kita mau mengganti sesuatu yg bernilai kekal dengan sesuatu fana dan tidak pasti akan membuat kita senang?

Jangan menjadi contoh lagi karena sudah banyak bukti. Pikirkan baik-baik dan keluarlah dari jeratan itu. Itu hanya sekelebat bayangan saja enaknya. Apakah kita harus menjadi seperti Esau, menjual hak kesulungan hanya untuk mendapat “teman hidup” yang tidak tepat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar