Baru saja aku menerima SMS dari
seseorang yang membuatku terhenyak, seakan tidak percaya. Aku mencoba
mengkonfirmasi apakah memang benar berita yang baru saja aku baca tersebut. Dan
ternyata memang benar. Aku masih bengong belum begitu sadar bahwa memang
kejadiannya begitu. Aku telp seseorang lagi dan menanyakan hal sama. Jawabannya
tidak berbeda, ya memang benar demikian.
Baru saja telah dipanggil Tuhan
atau tepatnya Bapa di surga. Seorang sahabat, saudara seiman, saudara
seperjuangan di dunia ini, seorang hamba Tuhan. Setelah sempat melewati sakit
beberapa waktu dan sempat dirawat di rumah sakit.
Banyak pertanyaan muncul di
benak, ada apa? Padahal dia masih muda dan sedang giat-giatnya melayani Tuhan?
Masih banyak pekerjaan yang belum selesai dilakukannya. Tapi memang itu
realitanya. Aku mencoba bergelut dengan segala pikiranku.
Aku tidak tahu bagaimana
menggambarkan perasaanku sendiri. Ada kesedihan, ada pengharapan, ada kerelaan,
ada kebingungan, ada ketakutan dan sebagainya namun jujur aku tidak tahu.
Namun memang harus terus aku
sadari bahwa bila tiba saatnya bagi seseorang untuk dipanggil pulang, hal itu
kadang bisa mengagetkan bagi orang-orang yang ditinggalkan. Ada ketidaksiapan
untuk melepas pergi apalagi bila orang tersebut sangat berarti hidupnya bagi
banyak orang. Ada perasaan hilang yang menyeruak tiba-tiba. Ada perasaan asing
yang menggelayut di dada. Dan itu hanya dapat dirasakan secara pribadi bagi
yang mengalami.
Itu juga menyatakan bahwa bila
saatnya tiba maka tak seorangpun bisa menghindar dari panggilan kudusnya
tersebut. Bagi orang tersebut perhatiannya sudah tidak lagi pada apa yang ada
disekitarnya : keluarganya, hartanya, cita-citanya, pekerjaannya da lain-lain
namun yang ada dihadapannya sekarang hanya Tuhan dan hanya Allah saja yang
sedang berurusan dengannya. Tak seorangpun bisa mewakili dan tak seprangpun
bisa menemani. Sekarang antara dia dan Allah saja.
Apa yang akan dikatakannya kepada
Tuhan? Apa yang akan dipertanggungjawabkan pada pencipta alam semesta ini? Apa
yang mengikuti perjalanan kekalnya ini? Dan apa juga komentar Tuhan
terhadapnya? Apa sambutan Tuhan baginya?
Betapa fananya manusia. Semua
memang perlu kembali pada pemilik hidupnya. Dunia ini memang sudah rusak dan
menjalani proses kehancurannya. Dunia cemar ini bukanlah rumah tinggal abadi.
Tak perlu dipegangi dan tak usah dipertahankan. Semua akan ditinggalkan. Hanya
yang perlu terus sadarkan diri untuk menyambut panggilan itu. Siapkan diri
sebaik-baiknya. Jangan terlena oleh dosa dan jangan sampai aku hidup seenakku
sendiri.
Aku juga tidak berusaha menjadi
orang yang menegarkan diri ketika kehilangan. Dan bila aku butuh menangis, aku
akan menangis, bila aku akan bertanya pada Tuhan maka itu pula akan kulakukan.
Aku membiarkan diriku berproses dalam perasaan secara alamiah dan tidak mencoba
menutupinya atau menyangkalinya.
Bila saatnya tiba, biarlah kelak
Sang Kekal itu akan mengatakan “sekarang beristirahatlah hai hambaKu yang
setia, kamu sudah bekerja melakukan apa yang menyenangkanKu selama di dunia.
Biarlah kamu masuk dan menikmati kemuliaanKu. Dan lihatlah jerih lelahmu
menyertaimu”
Saudaraku, Saat ini
kenangan-kenangan yang baik yang diingat orang. Selamat jalan saudaraku, hamba
Tuhan. Saat ini kamu bisa bertemu muka dengan muka dengan Tuhan yang telah kau
layani selama ini. Biarlah kami saudara-saudaramu di sini masih berjuang
melakukan amanatNya untuk melayani masyarakat di sini seperti yang dulu telah
kau perjuangkan juga.
Selamat jalan Sony T. Putra. Perjalananmu di dunia ini telah usai
dan perjuanganmu telah berakhir. Kini tinggal menikmati sukacitamu.
Memo, kamis 21 Juni 2012