Dulu ketika aku di jalanan
mengendarai kendaraan, tidak jarang bertemu atau berpapasan dengan orang-orang
yang tidak tertib berkendaraan. Misalnya ketika aku sudah antri panjang
berderet karena jalanan padat atau memasuki suatu arena tertentu, tiba-tiba
tanpa diduga ada kendaraan lain muncul dan memotong jalanku ingin mendahului
entah karena tidak sabar atau memang. Dia mengambil posisi mepet terpaksa aku
harus berhenti atau aku agak menepi untuk memberi jalan kepadanya. Kadang aku jadi
emosi dan seperti memancing kemarahan. Tidak jarang aku tidak mau mengalah
sehingga aku terus maju saja dengan resiko terserempet dan mungkin akan
konflik.
Kadang-kadang ada kendaraan dari
arah berlawanan mengambil jalur kendaraan yang dari arah sebaliknya karena
menyalip kendaraan lain di depannya. Hal ini juga cukup membuat berdebar-debar.
Aku jadi jengkel dan seringpula aku marah-marah dan sengaja aku tidak mau
meminggirkan kendaraanku. Sebenarnya resikonya sangat berbahaya yaitu
kecelakaan. Namun karena aku sedang marah, maka jadi tidak berpikir waras.
Menemui orang yang menjengkelkan
tidak hanya di jalanan. Bisa saja ada orang yang memfitnah aku dengan
mengatakan tindakanku begini begitu padahal aku tidak demikian. Atau orang itu
mengabarkan info yang tidak benar tentang aku dan apa yang aku lakukan, padahal
menurutku itu salah sama sekali. Biasanya responku adalah segera menemui orang
itu siapapun dia dan mencoba mengklarifikasi apa yang dia katakan dan aku akan
mencoba menjelaskan panjang lebar siapa aku menurut versiku.
Di rumah juga kadang berbenturan
dengan anak-anak, pembantu atau bahkan istri. Mereka bersikap atau berperilaku
yang dapat memancing kemarahanku. Maka aku jadi membentak dan memarahi mereka.
Banyak hal sudah kejadian demi
kejadian aku alami bersinggungan dengan orang lain yang aku rasa dan pikirkan
mereka tidak beres. Aku merasa akulah yang benar. Aku menuntut orang harus
hidup sesuai stadardku. Misalnya mereka harusnya tahu etika berkendaraan, tahu
sopan santun, tidak sekedar ngomong tanpa data yang betul dan sebagainya.
Dengan keadaan itu aku merasa
tertekan sendiri, mudah marah, jadi merasa mudah lelah karena emosinya tegang,
hubungan dengan orang lain jadi tidak nyaman, aku jadi mudah menuntut orang
lain dan sebagainya. Semuanya jadi tidak enak, aku tidak bersukacita dan tidak
menikmati hidup.
Setelah aku renung-renung. Persoalanku
adalah tidak mencoba memahami bahwa kejadian-kejadian dan adanya orang-orang
itu bukan kebetulan untuk dialami. Semua ada maksudnya. Tidak serta merta itu
terjadi begitu saja. Kalau aku menangkap sinyal ini bukan sebagai sesuatu yang
kebetulan, maka tinggal aku merenungkan ada maksud apa semuanya ini harus ada.
Aku menyadari ternyata sifatku
masih egois, aku masih mudah marah, mudah tersinggung untuk perkara remeh
sekalipun, aku tidak rendah hati, masih merasa harga diriku penting bahkan
naluri perilaku “preman” ku yang ada sebelum bertobat masih bercokol meskipun
aku sudah sekian lama bertumbuh dan melayani juga. Hah ! lalu aku ini manusia
apa? Bagaimana mau melayani kalau diperlakukan sebagai pelayan saja aku gusar? Bagaimana
mau memberi diri pada orang lain kalau difitnah aja sudah mau membenarkan diri?
Bagaimana akan menjadi hamba yang melayani kalau bibirnya tidak tersungging
senyum tapi justru mudah tersinggung? Malu aku…
Padahal…
“kerendahan hati adalah
ketenangan hati yang sempurna yang tidak pernah merasa dilukai atau disakiti
atau dikecewakan; yang tidak mengharapkan suatu apapun; tidak heran terhadap
apapun yang terjadi atas dirinya; yang selalu tenang meski tidak seorangpun yang
memuji; atau meski difitnah dan dihina sekalipun.” (Andrew Murray)
Rasa-rasanya aku masih jauh dari
sifat itu. Tapi sepertinya Tuhan mau membentuk aku supaya aku menjadi rendah
hati, dengan cara mengirimkan “trainer-trainer gratis” itu. Luar biasa, aku
tidak perlu mengundang mereka, tidak perlu membayar mereka dan tidak perlu
menjamu mereka tapi mereka dipakai untuk melatih aku secara gratis. Ternyata trainer
tidak harus menyampaikan materi dalam ruangan, tidak harus penampilan sopan dan
baik hati tapi juga ada yang memiliki sifat yang tidak baik dan langsung diajak
praktek. Trainer itu bisa siapapun. Seharusnya
aku senang ya…
Jadi aku belajar merubah cara
pandangku. Aku memandang mereka sebagai trainer gratis diutus dari surga untuk
mengubah watakku yang masih tidak baik. Dan kalau aku rendah hati, oh alangkah
nyamannya hidup ini karena aku dapat menikmati sukacita tanpa tergantung
bagaimana sikap dan perilaku orang terhadapku. Selamat datang trainer gratis !!