Kamis, 29 Maret 2012

Ancaman (Renungan Batin – muda mudi)


Aku takut sekali karena aku baru saja mendapat SMS dari pacarku. Dia memberitahu kalau dia akan bunuh diri dan katanya dia sudah membeli obat pembasmi serangga bahkan sekarang ini sudah siap diminumnya. Dia mengancam akan melakukan tindakan nekat ini bila aku tetap meminta putus hubungan dengannya. Intinya dia ingin supaya aku tetap jadi pacarnya.
Aku bingung menghadapi kondisi ini. Memang baru-baru ini aku sering bertengkar dengannya. Aku sudah jengkel dengan sikap dan perilakunya selama ini yang malas untuk bekerja. Aku sudah menyarankannya berkali-kali supaya dia segera melamar bekerja dimanapun namun dia selalu banyak alasan. Tentu saja dia sempat bekerja juga di beberapa perusahaan tapi selalu tidak bertahan lama dan keluar. Dia beralasan karena pimpinannya tidak enak atau teman kerjanya jahat-jahat atau jam kerjanya tidak jelas dan segala macam persoalan yang dia ungkapkan untuk membenarkan keputusannya. Dan akhirnya kembali menganggur.
Memang orangtuanya mampu dan ia menggantungkan hidup pada kekayaan mereka. Tapi seharusnya dia tidak boleh begitu apalagi usianya sudah bukan lagi anak-anak. Bukankah nanti dia harus menjadi kepala rumah tangga kalau menikah dan harus menafkahi anak istrinya. Bagaimana bisa kebutuhan keluarganya harus disokong dari orangtuanya ?
Tapi bagaimana dengan ancaman ini? Kalau aku tetap dengan keputusanku dan ia bunuh diri bagaimana? Nanti aku bisa disalahkan orang lain atau merasa bersalah sendiri. Wah betapa peliknya hubunganku dengannya. Akhirnya setelah mempertimbangkan dengan matang-matang, aku menjawab bahwa keputusanku telah bulat untuk mengakhiri saja percintaanku dengannya.
Suasana terasa mencekam dan dia tidak membalas SMS ku. Aku tambah kuatir. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di sana. Malam ini aku gelisah sekali sehingga tidak mungkin aku bisa tidur. Pikiranku melayang-layang membayangkan bagaimana dengan pacarku itu. Aku tidak berani telp atau sms, namun aku juga takut kalau ada sms atau telp masuk jangan-jangan ada kabar yang kutakutkan itu.  
Sampai esok hari tidak ada berita, perasaanku mulai lega. Dan sorenya aku secara tidak sengaja ketemunya di jalan tapi dia segera pergi dengan wajah marah dan tidak membalas senyumku. Aku sakit hati namun kelegaanku justru lebih besar, karena dia masih hidup. Rasanya plong sekali bisa memutuskan sesuatu yang dulu sudah sering ingin kulakukan tapi tidak berani-berani.
Aku sudah ingin putus dengan cowokku itu beberapa kali. Selain karena dia malas tapi dia juga sering mengancam aku kalau aku memutuskan hubungan dengannya. Kata orang dia sangat “possesive” sekali denganku. Pernah dia mengancam mau jadi anak berandalan : suka mabuk, kebut-kebutan dan memang dia sempat melakukan hal-hal tersebut beberapa saat dan dia mau berhenti setelah aku mau kembali kepadanya. Pernah juga dia minggat dari rumah tanpa memberi kabar sampai keluarganya kebingungan dan sebagainya.
Setelah aku pikir-pikir, aku akan menderita apabila menikah dengannya kelak. Setiap kali ada masalah denganku, tindakannya justru melarikan diri atau merusak dirinya sendiri. Padahal itu baru masalah seperti itu. Bagaimana nanti kalau sudah berumahtangga dengan berbagai persoalannya seperti masalah keuangan, anak sakit, genteng bocor, ngepel dan nyapu dan segala pernak-pernik yang lainnya. Apakah dia sanggup? Padahal dia laki-laki yang seharusnya bisa melindungi keluarganya. Padahal aku juga sudah menunggu dia untuk berubah namun dia tidak juga menunjukkan itikad mau berubah, maka ya sudah bagiku tidak ada pilihan lain.
Aku rasa keputusanku sudah sangat tepat. aku tidak mau pernikahanku nanti justru membuatku menderita. Untuk apa menikah bila hanya makin membuat banyak persoalan. Aku juga tidak mau menikah karena terpaksa atau karena takut ancaman.
Ancaman yang dia ungkapkan padaku ternyata tidak dilakukannya. Itu hanya emosi. Itu hanya ancaman. Namun kalau seandainya dia tetap dengan tindakan nekat itu, aku tetap tidak boleh merasa bersalah dan tidak mau dipersalahkan karena dasar keputusanku itu bisa dipertanggungjawabkan dan aku juga tidak menyuruhnya melakukan hal tersebut.
Tentu tidak ada wanita di dunia ini yang mau hidupnya selalu tertekan dalam menjalin hubungan dengan pasangannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar