Selasa, 27 Maret 2012

di bawah rindangnya pohon beringin (Renungan Batin -muda & mudi)


Siang itu di saat panas matahari begitu menyengat aku duduk berdua dengannya. Tak terusik keasyikan kami dengan segala mata memandang dan lalu lalang orang lain dengan kesibukannya masing-masing di alun-alun kota itu.

Hatiku resah, jantungku berdebar-debar dan pikiranku tak lagi bisa tenang. Tak kusadari salah satu kakiku menghentak-hentak berirama senandung tak berlagu. Hmh kenapa aku ini? Hai..kamu kan laki-laki mengapa untuk menghadapi situasi ini saja nyalimu kecil? Ucapku dalam hati.

Sejenak kutatap wajahnya dan dia  hanya tersenyum. Wah makin kencang debar jantungku. Huih…kacau deh kalau begini. Ayo sikat aja ! kamu kan sudah pengalaman. Terus saja pikiranku berkecamuk tak karuan.

Kugenggam jemari tangannya dengan penuh kehangatan. Tak ada penolakan, namun justru aku segera menarik tanganku dan terasa sekali getaran jemariku tanda kegugupanku. Baru kali ini aku merasa seperti ini. Berapa banyak gadis yang sudah aku pacari dan aku dengan percaya diri menyatakan cintaku pada mereka. Tak ada seorang gadispun yang menolak cintaku saat itu. Namun sekarang, aneh justru semua pengalamanku dulu tak laku. Kepercayaan diri justru luntur dihadapam gadis yang sederhana ini.

Dengan terbata-bata aku memberanikan diri untuk berbicara, meski sambil menunduk. Belum sampai aku menumpahkan semua perasaanku, dia memotong perkataanku. “kamu mengajakku disini ada perlu apa?”
Nah justru itulah yang aku mau katakan tapi sepertinya mulutku terkunci. Dia mulai gelisah dan sepertinya aku harus segera memberitahu untuk maksud apa aku mengajaknya. Yap..aku harus ngomong.

“Aku cinta kamu. Maukah kamu jadi pacarku…hmh calon istriku” akhirnya keluar juga keberanianku

Dia terperangah dan matanya agak melotot tapi tetap tidak menghilangkan kecantikannya. Lalu dia terseyum “kalau untuk jadi calon istri tentu saja aku tidak mau”

Terus terang aku juga kaget dengan jawabannya sekaligus agak bergirang terasa ada harapan dibalik kata-katanya.

“Tentu setelah itu jadi istriku dong..”ujarku dengan semangat

Sekarang justru dia tertawa terbahak-bahak, seakan-akan dapat membaca pikiranku. Lalu wajahnya serius dan meluncurlah ucapannya yang begitu tenang dan tegas.

“Terima kasih untuk kehormatan ini tapi maaf aku tidak bisa menjadi pacarmu atau apapun namanya karena aku sudah memiliki kriteria seperti apa calon suamiku kelak dan sekali lagi maaf..kamu tidak masuk kriteriaku itu” Lalu dia segera pamit dan meninggalkanku dengan pandangan kosong.

Seperti petinju yang kena KO demikianlah aku saat itu. Tak mengira dapat pukulan telak. Tak dinyana ada seorang gadis yang begitu kuat memegang prinsip dan keriteria, tak mudah hanyut dengan perhatian dan rayuan laki-laki. Tak juga melambung ketika dibuai perasan cinta dan logikanya tetap berjalan. Aku salut dengannya. Makanya aku tadi begitu gugup. Tidak seperti pacar-pacarku dulu, diberi perhatian sedikit saja sudah menyodorkan diri.

Dibawah pohon beringin yang rindang ini seharusnya aku nyaman berteduh dari panasnya matahari namun kini seakan tercabut dengan akar-akarnya, tatapan mata orang-orang disekelilingku juga seperti mengejekku. rumput-rumput lembut dikakiku juga terasa seperti  duri yang menusuk-nusuk.

ah aku kena batunya..sekarang tinggallah aku sendiri. Segera aku berlalu dari tempat itu dan teringatlah lagunya Sheila On 7 “Aku pulang tanpa dendam…”. Biarlah ini menjadi pelajaran bagiku untuk menghargai wanita dan tidak menganggapnya bahwa mereka adalah mahkluk yang mudah dijerat dengan apa yang dinamakan “cinta” lalu membuangnya begitu saja ketika aku sudah tidak menyukainya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar