Kamis, 02 Februari 2012

Harus diberitahu (Renungan Batin – Suami & Istri - 9)


Aku ingat dulu ketika aku baru menikah aku bertengkar dengan suamiku. Mungkin persoalannya sepele namun cukup membuat tegang juga. Saat itu aku merasa repot sekali mengerjakan urusan rumah tangga : memasak, mencuci piring dan menyapu lantai tapi aku melihat justru suamiku sedang duduk santai sambil membaca koran.

Aku jengkel dan merasa ada ketidakadilan di rumah ini. Namun aku tidak langsung menegur suamiku dengan kata-kata protes. Tapi perasaan marah itu terlampiaskan melalui tindakan yang kasar. Aku sengaja meletakkan barang-barang dengan seenaknya sehingga suaranya terdengar keras seperti terkesan dibanting.

Mungkin merasa ada yang aneh kedengarannya, suamiku bertanya apakah ada masalah denganku. Nada bicaranya sepertinya tidak ada rasa bersalah. Itu membuatku tambah jengkel. Kupikir semestinya dia mengerti dengan sendirinya kalau aku sedang sibuk dan tentu saja capai. Aku berharap dia akan menolongku atau minimal bertanya apa yang dia bisa bantu, tapi itu tidak dilakukannya.

Pertengkaranpun tidak bisa dihindari dan masing-masing merasa dirinya benar. Kami saling menuntut untuk memahami satu dengan yang lain. Setelah reda ketegangan itu, saat itu suamiku mengatakan bahwa dia bukannya tidak mau membantu tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena juga dia berpikir kalau itu semua tugas istri atau ibu rumah tangga dan ia hanya bekerja mencari uang saja. Pemahaman itu dia miliki karena dia melihat ayahnya juga berlaku demikian.

Dia menghendaki supaya kelak kalau aku membutuhkan pertolongan dia siap untuk membantu apapun yang kuminta asalkan aku memberitahukan padanya apa yang mesti dia kerjakan. Dan memang benar setelah kejadian itu hampir tidak pernah kami bertengkar mempersoalkan pekerjaan rumah tangga.

Aku jadi mengerti untuk urusan rumah tangga, aku tidak boleh segan-segan untuk menyatakan keinginanku pada suamiku supaya dia berbuat sesuatu. Selain itu aku juga tidak boleh cepat mengambil kesimpulan kalau suamiku tidak mau peduli terhadapku dan urusan rumah tangga, karena menurutku seringkali para suami tidak paham apa yang mesti dilakukan. Tugasku sebagai istri adalah memberitahunya.

Sekarang suamiku sudah berinisiatif dan mengetahui apa yang harus dikerjakan di rumah bahkan dia juga terlibat dalam mengurusi masalah anak-anak. Ketika aku repot dia tidak berat hati untuk membantu.

Dari sini aku belajar bahwa persoalan bisa timbul karena kesalahpahaman dan masing-masing pihak memiliki prasangka satu dengan yang lain. Atau antara suami dan istri berpikir bahwa pasangannya sudah tahu apa yang dimaksudkan padahal sebenarnya “belum tahu”. Disinilah pentingnya komunikasi itu dilakukan. Suami atau istri perlu menyatakan apa yang diinginkan terhadap pasangannya.

Slogan “kutahu yang kau mau” tidak selalu cocok dalam hubungan suami istri. Itu tidak serta merta terjadi apabila tidak ada komunikasi di antara mereka. Bahkan itu dapat terjadi pada pasangan yang sudah bertahun-tahun hidup bersama-sama dalam satu atap.

Apalagi aku dan suamiku membawa kebiasaan dan pola hidup dari keluarga kami masing-masing. Dan tentu saja kebiasaan ini akan terbawa dalam pernikahan kami. Oleh karena itu perlu dibicarakan mana yang bisa kami sepakati bersama. Kami harus saling memberitahu apa saja pola yang ada pada kami dan mendiskusikan apa yang baik dan mana yang bisa dilakukan dalam kehidupan kami bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar