Gadis itu seperti diutus Tuhan
untuk menjadi penolongku. Bak bidadari yang turun dari khayangan dengan satu
maksud untuk menjadi penyelamatku. Bukankah selama ini aku sendirian dalam sepi
dan tidak ada orang yang mau peduli denganku. Seringkali malam-malam kulewati
hanya dengan bermain bersama bulan dan bintang. Itupun hanya dalam khayalku
saja. Apabila mendung atau hujan deras, merataplah hatiku menjerit bagai
binatang kesakitan.
Selama ini aku ingin sekali memiliki
pacar. Pikirku bila demikian hidupku akan terisi dan terhapuslah semua rasa
sepi itu. Namun aku sudah mengusahakannya tapi rasa-rasanya gadis-gadis yang
aku sukai seperti sengaja menghindariku.
Padahal menurut penilaianku wajahku juga tidak jelek-jelek amat, aku
juga termasuk pandai bergaul. Aku sudah bekerja dan penghasilanku juga lumayan,
cukuplah bila untuk menikah. Atau aku belum mendapatkan yang cocok atau aku
terlalu pilih-pilih, entahlah.
Tapi semenjak bertemu gadis itu
aku jadi merasa mendapatkan apa yang aku inginkan selama ini. Dan untungnya
diapun menyambut rasa cintaku dengan senang. Klop sudah..! Maka resmilah kami
pacaran. sejak itu aku selalu melewatkan
hari-hariku bersamanya. Aku selalu ingin membuatnya senang dengan segala perhatianku
baik melalui pemberian-pemberian barang atau makanan atau perlakuan-perlakuanku
padanya bak melayani putri raja. Membukakan pintu mobil untuknya, mengangkatkan
barang, mengelap keringatnya bahkan kalau perlu aku mau menjadi alas kakinya
supaya kakinya tidak terkotori oleh debu.
Gadisku ternyata juga perhatian
padaku. Bila aku main ke rumahnya, dia selalu menyediakan minuman kesayanganku
dan dia membuatnya sendiri. Selain itu bila sudah dihidangkan, dia akan
mengaduk gulanya bagiku. Wah romantis banget…
Tak terasa hubungan kami sudah
semakin dalam dan kami sepakat untuk menikah. Apalagi yang ditunggu, toh kedua
orangtua kami sudah setuju. Maka
menikahlah kami dengan rasa gembira karena didasari rasa cinta.
Tahun demi tahun berlalu dan kami
sangat mengharapkan adanya anak dari buah cinta kami, tapi saat itu tak kunjung
datang. Sudah banyak usaha kami lakukan tapi tetap hasilnya nihil. Kami cemas kalau-kalau
Tuhan tidak memberikan kami anak. Dan akhirnya kami pasrah.
Kondisi ini membuat istriku
sangat tegang dan nampak sekali kalau dia mengalami ketakutan. Dia menjadi
pendiam dan mudah uring-uringan. Aku jadi merasa tidak nyaman. Di satu sisi aku kasihan dengan istriku tapi
di sisi yang lain aku sendiri menginginkan anak. Itu juga membuatku malu bila
orang menilai yang negatif terhadap kami.
Hubungan kami jadi renggang. Saya
jadi tidak betah di rumah. Istriku juga makin merasa cemburu dan sering
menuduhku berbuat macam-macam. Hal ini membuatku marah. Maka rasanya aku sudah
tidak sanggup hidup bersamanya lagi.
Dan entah salah siapa, seperti
ada angin segar yang melonggarkan pernafasanku yang selama ini begitu sesak di
dada. Ada karyawati baru yang membuat hatiku terpikat. Dan bisa ditebak
ceritanya…yah aku selingkuh dengannya. Tidak ada orang yang tahu. Tapi hatiku selalu resah…
Kusadari bahwa pernikahan tidak
sekedar ada romantisme seperti di masa pacaran. Ada keadaan pelik dan ternyata
rasa cinta tidak selalu cukup untuk menopang kesatuan pernikahan kami, meski
rasa cinta itu perlu.
Ketika kami pacaran dulu, belum
ada tanggungjawab dan belum hidup bersama. Jadi rasanya lebih banyak senangnya.
Namun yang sangat kusadari adalah bahwa ketika kami saling mencinta dan
menunjukkan perhatian di antara kami dulu, itu lebih banyak didasari karena
kami saling takut kehilangan dan bisa jadi itu untuk mengikat kami.
Ternyata ketika kami dulu
menyatakan sikap bahwa “aku membutuhkanmu” lebih semata-mata karena egois kami.
Kami adalah orang-orang yang kesepian dan terluka maka kami jadi saling
menuntut. Saat itu aku berpikir bahwa dia akan dapat mengisi hidupku ternyata
tidak dan iapun juga berpikir demikian.
Ternyata kesepian dan perasaan
terluka tidak cukup hanya dengan mendapatkan teman hidup. Ada hal yang lebih
besar untuk mengisinya. Dan perasaan “aku membutuhkanmu” tidaklah sama dengan
aku akan selalu ada untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar