Selasa, 18 September 2012

Bila tiba saatnya (Renungan Batin)


 Baru saja aku menerima SMS dari seseorang yang membuatku terhenyak, seakan tidak percaya. Aku mencoba mengkonfirmasi apakah memang benar berita yang baru saja aku baca tersebut. Dan ternyata memang benar. Aku masih bengong belum begitu sadar bahwa memang kejadiannya begitu. Aku telp seseorang lagi dan menanyakan hal sama. Jawabannya tidak berbeda, ya memang benar demikian.
Baru saja telah dipanggil Tuhan atau tepatnya Bapa di surga. Seorang sahabat, saudara seiman, saudara seperjuangan di dunia ini, seorang hamba Tuhan. Setelah sempat melewati sakit beberapa waktu dan sempat dirawat di rumah sakit.
Banyak pertanyaan muncul di benak, ada apa? Padahal dia masih muda dan sedang giat-giatnya melayani Tuhan? Masih banyak pekerjaan yang belum selesai dilakukannya. Tapi memang itu realitanya. Aku mencoba bergelut dengan segala pikiranku.
Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaanku sendiri. Ada kesedihan, ada pengharapan, ada kerelaan, ada kebingungan, ada ketakutan dan sebagainya namun jujur aku tidak tahu.
Namun memang harus terus aku sadari bahwa bila tiba saatnya bagi seseorang untuk dipanggil pulang, hal itu kadang bisa mengagetkan bagi orang-orang yang ditinggalkan. Ada ketidaksiapan untuk melepas pergi apalagi bila orang tersebut sangat berarti hidupnya bagi banyak orang. Ada perasaan hilang yang menyeruak tiba-tiba. Ada perasaan asing yang menggelayut di dada. Dan itu hanya dapat dirasakan secara pribadi bagi yang mengalami.
Itu juga menyatakan bahwa bila saatnya tiba maka tak seorangpun bisa menghindar dari panggilan kudusnya tersebut. Bagi orang tersebut perhatiannya sudah tidak lagi pada apa yang ada disekitarnya : keluarganya, hartanya, cita-citanya, pekerjaannya da lain-lain namun yang ada dihadapannya sekarang hanya Tuhan dan hanya Allah saja yang sedang berurusan dengannya. Tak seorangpun bisa mewakili dan tak seprangpun bisa menemani. Sekarang antara dia dan Allah saja.
Apa yang akan dikatakannya kepada Tuhan? Apa yang akan dipertanggungjawabkan pada pencipta alam semesta ini? Apa yang mengikuti perjalanan kekalnya ini? Dan apa juga komentar Tuhan terhadapnya? Apa sambutan Tuhan baginya?
Betapa fananya manusia. Semua memang perlu kembali pada pemilik hidupnya. Dunia ini memang sudah rusak dan menjalani proses kehancurannya. Dunia cemar ini bukanlah rumah tinggal abadi. Tak perlu dipegangi dan tak usah dipertahankan. Semua akan ditinggalkan. Hanya yang perlu terus sadarkan diri untuk menyambut panggilan itu. Siapkan diri sebaik-baiknya. Jangan terlena oleh dosa dan jangan sampai aku hidup seenakku sendiri.
Aku juga tidak berusaha menjadi orang yang menegarkan diri ketika kehilangan. Dan bila aku butuh menangis, aku akan menangis, bila aku akan bertanya pada Tuhan maka itu pula akan kulakukan. Aku membiarkan diriku berproses dalam perasaan secara alamiah dan tidak mencoba menutupinya atau menyangkalinya.
Bila saatnya tiba, biarlah kelak Sang Kekal itu akan mengatakan “sekarang beristirahatlah hai hambaKu yang setia, kamu sudah bekerja melakukan apa yang menyenangkanKu selama di dunia. Biarlah kamu masuk dan menikmati kemuliaanKu. Dan lihatlah jerih lelahmu menyertaimu”
Saudaraku, Saat ini kenangan-kenangan yang baik yang diingat orang. Selamat jalan saudaraku, hamba Tuhan. Saat ini kamu bisa bertemu muka dengan muka dengan Tuhan yang telah kau layani selama ini. Biarlah kami saudara-saudaramu di sini masih berjuang melakukan amanatNya untuk melayani masyarakat di sini seperti yang dulu telah kau perjuangkan juga.
Selamat jalan Sony T.  Putra. Perjalananmu di dunia ini telah usai dan perjuanganmu telah berakhir. Kini tinggal menikmati sukacitamu.
Memo, kamis 21 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar