Kamis, 10 Mei 2012

Dalam lelapmu kutemukan teduhku (Renungan Batin – orangtua & anak)

 

Hampir  tiap malam kuhampiri kamarmu dan kubiarkan diriku sejenak menatapmu yang tengah berbaring dalam tidur. Entah kadang aku sebelumnya sudah tertidur tatkala menemanimu memasuki saat istirahat malam, aku terjaga dan sempat memandangi wajahmu yang telah lelap. Namun juga kadang dalam kesibukanku mengerjakan sesuatu hal, kamu tidur sendiri tanpa aku disampingmu. Tapi setelah itu aku pasti menengokmu menjelang aku juga akan mengistirahatkan ragaku ini.
Saat kamu terlelap, banyak sekali wajahmu itu berbicara kepadaku dalam diam. Banyak pesan yang kamu sampaikan masuk dalam sanubariku dalam hening. Aku bisa menangkap sinyal-sinyal kehidupan yang kamu pancarkan saat kamu terbaring dalam ketenangan.
Wajah dalam lelap itu menyatakan kepasrahan. Seharian kamu melewati semua aktivitas dan kepenatan, dan saatnya tiba kamu kembalikan hidupmu pada panggilan alam. Menyerahkan seluruh hidupmu kembali pada pengaturan Tuhanmu. Saatnya kamu tidur, mengakui keterbatasanmu, menyadari kamu membutuhkan istirahat, bukankah esok masih ada waktu dan kepasrahan hari esok ditanganNya.
Ketenangan lelapmu itu juga menyatakan rasa bersalahku. Berapa banyak aku sering tidak sabar dalam menghadapi tingkah polahmu. Berapa kali aku menuntutmu untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya belum waktunya kamu memahami. Ada kesedihan, kekecewaan, rasa bersalah dan penyesalan atas apa saja yang telah aku lakukan padamu. Aku sebagai orangtua belum sempurna melakukan peranku, justru kadang masih diiringi dengan kesalahan yang aku perbuat padamu. Aku membasuh jiwaku dan diriku dalam genangan wajah lelapmu itu.
Tergolek dengan pancaran wajah yang berseru “akulah anakmu, seluruh hidupku ada dalam perlindunganmu”. Tak bisa dipungkiri akulah orangtuamu. Menatapmu memberiku tenaga untuk bersemangat menjalani hidup meski banyak terjangan badai. Aku ingin hidup menemanimu lebih lama dan menjadi teman sampai menghantarmu masuk dalam kedewasaan yang mandiri. Aku juga merasa tertantang untuk memberi apa yang kamu butuhkan sekaligus menjagamu dari apapun yang akan menghancurkan hidupmu.
Dalam lelapmu, wajah itu tidak bisa menipu. Aku menemukan diriku juga rapuh. Tak bisa aku hidup sendiri. Aku juga ingin kamu disampingku, memelukku, menemaniku….
Helaan nafas yang mengalir melalui luasnya wajahmu itu juga menyiratkan berapa guratan tempaan hidup yang telah kutanamkan dalam hidupmu. Kiranya helaan nafas itu panjang tanda kelegaan. Aku harap bukan helaan pendek yang membuktikan keputusasaan. Biarlah semua itu tertanam dalam keabadian melewati batas-batas waktu.
Namun bila lelap wajahmu terusik dengan rintihan, erangan dan desahan kesakitan oleh apapun. Betapa sedihnya juga hatiku. Tak tega aku melihatnya. Kadang tak terucap dalam bingkai kata-kata apa yang kamu rasakan. Tak juga aku memahami isyarat itu tapi kamu mengalaminya. Namun aku hanya memeluk dan menemani sampai kamu terlelap kembali.
Anakku..
Biarlah aku berkaca dari wajahmu. Aku justru menemukan pelajaran kehidupan saat kamu terlelap dalam tidurmu. Aku menemukan keteduhan dalam lelapmu. Tak kuusik lelapmu. Bagiku keheningan tak selalu diam, tapi keheningan menyeruak kesepian menyuarakan bunyi tanpa kata-kata.
Selamat tidur anakku…aku sayang padamu.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar