Aku sulit menggambarkan
perasaanku sekarang, rasanya campur aduk. Di satu sisi aku senang dan
bangga karena ada cowok yang sedang
mendekati aku dan memang menyatakan rasa cintanya itu padaku. Entah apa
sebabnya dia menyukai aku. Tapi di sisi yang lain hatiku masih ragu untuk
mengiyakan cintanya padaku karena aku melihat karakternya tidak baik. Selama
kami berteman dia suka berbohong dan mudah berjanji tapi seringkali tidak
menepatinya. Omongannya saja yang besar dan sepertinya meyakinkan bahwa semua
persoalan dapat dia atasi, terkesan sombong. Dan lagi dia itu keras kepala,
yang penting maunya sendiri dan tidak mau mendengar kata orang lain.
Namun aku juga bingung karena
gerakannya itu sangat agresif. Dia tidak hanya berusaha bersikap manis
didepanku tapi terlebih kepada keluargaku. Berapa banyak kalau dia main ke
rumahku selalu membawa sesuatu untuk keluargaku misalnya lauk pauk,
barang-barang elektronik, membelikan pulsa dan ia juga terbiasa membelikan kado
apabila salah satu keluargaku sedang berulangtahun.
Bukan itu saja, seringkali dia
juga ikut ngobrol dengan orangtuaku. Jadi sepertinya aku dicuekin dan ia lebih
asyik ngomong-ngomong dengan orangtuaku. Selain itu dia juga tidak segan-segan
membantu keluargaku bila ada masalah.
Apa saja yang telah dilakukannya
tentu saja membuat kesan baik bagi keluargaku, terutama orangtuaku. Mereka
selalu memuji-muji teman cowokku itu. Mereka menganggap bahwa dia cocok jadi
pacarku dan calon menantu yang ideal karena menurut anggapan mereka cowok yang
baik itu tidak hanya mencintai pacarnya saja tapi juga peduli kepada keluarga
pacarnya. Sepertinya mereka sudah menyetujui dan menerimanya padahal aku
sendiri belum membuat keputusan apa-apa.
Hal ini tentu saja membuatku jadi
serba sulit. Kalau aku menyetujui keinginan orangtuaku supaya aku menerima dia
jadi pacarku maka aku takut dengan rumahtanggaku kelak, aku tidak berani
mengambil resiko dengan perilakunya yang bisa jadi tidak berubah atau melah
lebih buruk dari yang nampak sekarang ini dan tentu saja bukan saja aku sendiri
yang akan menderita tapi keluargaku atau orangtuaku juga akan menanggung
penderitaan itu.
Namun bila aku menolak cintanya
maka aku akan menanggung resiko bisa dimarahi orangtuaku, dianggap bodoh, egois
dan tidak memahami mereka, dianggap aku terlalu sulit atau milih-milih dan
sebagainya.
Aku harus membuat keputusan
secepatnya. Ini menyangkut masa depanku sendiri dan aku punya andil besar dan
aku harus memiliki keyakinan sendiri setelah mempertimbangkan dengan matang.
Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut supaya nanti tidak makin
menyulitkan aku karena teman cowokku itu makin mempengaruhi keluargaku.
Aku jujur melihat bahwa apa yang
dilakukan temanku itu sebenarnya bagian dari bentuk “penyuapan”. Karena dia memiliki tujuan untuk mendapatkan
cintanya dariku maka dia berusaha mendekati keluargaku dulu secara intensif
dengan harapan akan mendapat dukungan mereka. Dan tentu saja memang seringkali
hal ini menyulitkan posisiku. Aku sepertinya tidak punya pilihan lain karena
aku dibenturkan pada orangtuaku sendiri.
Namun tindakan “penyuapan” kepada
orangtua ini merupakan tindakan pengecut karena tidak berani mengatakan
sendiri, tidak berani berjuang sendiri dan tidak berani menerima kenyataan
jawaban “tidak”.
Selain itu bentuk “penyuapan” ini
juga merupakan trik kuno yang sebenarnya juga bentuk perjodohan di jaman Siti
Nurbaya dulu dimana orangtua berperan dalam memutuskan calon menantunya.
Pertanyaannya apakah dia benar-benar
tulus mau memperhatikan keluargaku atau jangan-jangan sementara saja karena
supaya mendapatkan aku? Bila demikian,
maka kelak dia belum tentu mau membantu persoalan keluargaku setelah aku jadi
istrinya.
Memang menolong dan peduli dengan
keluarga baik namun biarlah ini jangan jadi “penyuapan” kepada orangtua. Bila ternyata
tidak jadi maka orangtuapun juga akan kecewa karena tidak lagi bisa menikmati
bentuk-bentuk kebaikan dari calon menantunya itu.
Dan keputusanku sudah mantap. Aku
tidak mau menjadi pacarnya meskipun aku harus disalahmengerti orangtuaku dan
dia sudah banyak menolong keluargaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar