Senin, 14 Mei 2012

Kacamata (Renungan Batin)


 Ketika aku masih remaja dulu aku kadang-kadang memakai kacamata rayban. Bukan karena mataku minus atau juga bukan karena silau terkena sinar matahari dan aku senang-senang atau nyaman-nyaman saja karena aku memakai kacamata itu lebih dikarenakan untuk bergaya. Tujuan utamanya untuk menarik gadis-gadis supaya terpikat padaku. Harapanku siapa tahu dengan memakai kacamata itu aku terlihat lebih cakep. Makanya kadang aku ingin difoto dengan mengenakan kacamata keren tersebut.
Sebenarnya ini terinspirasi oleh bintang film yang kala itu cukup keren dan terkenal yaitu Eric Estrada dalam filmnya CHIPS. Dia memerankan polisi dan selalu memakai kacamata bila mengendarai mogenya (motor gede). Juga dengan bintang film Silverstone Stallone dengan film COBRA. Ketika memakai kacamata seperti itu, aku membayangkan aku akan segagah mereka dan pasti akan banyak gadis yang terpesona. Meskipun memakai kacamata ini tidak terlalu sering tapi aku merasa senang ketika mengenakannya.
Beberapa waktu lalu aku pergi ke salah satu optic untuk membeli kacamata setelah dilakukan pemeriksaan. Sebelumnya aku juga sudah memiliki kacamata karena mataku sudah tidak bisa membaca tulisan yang kecil dan ternyata juga silinder. Namun aku memakainya kalau untuk membaca saja, itupun kadang-kadang. Ketika diperiksa ulang ukuran silindernya bertambah, jadi terpaksa beli lensa baru.
Pada saat aku sedang berkaca untuk menentukan  bentuk frame dan lensa yang baru yang akan aku pilih, terbersit perasaan yang tidak nyaman. Artinya perasaan bangga yang dulu bila memakai kacamata sekarang justru tidak nyaman dan kalau perlu tidak memakainya. Aku mencoba mencari tahu penyebab perubahan perasaan ini dan aku menemukannya.
Sekarang aku tidak nyaman karena sebenarnya dengan mengenakan kacamata plus itu menandakan usiaku memang sudah tidak lagi remaja alias sudah mulai tua. Panggilan alam ini menggelinding tanpa terasa namun pasti. Dari waktu ke waktu yang dilalui semua berproses menuju ketuaan. Salah satunya adalah mataku yang dulu begitu jelas dan membaca tulisan ukuran apapun sekarang tanpa menggunakan kacamata tulisan itu hanya terlihat sederetan garis lurus saja. Belum lagi semua bagian dalam tubuh ini juga mengalami perubahan. Kadang antara siap dan tidak siap menerima keadaan ini terjadi, ada saja bagian yang dirasakan yang dulunya sepertinya tidak pernah merasakannya.
Bagaimana sikapku dengan semua ini. Sebagai manusia secara usia makin bertambah namun secara fisik kekuatannya makin berkurang dan makin lemah. Itu mau tidak mau harus disiapkan diri untuk menanggung semua proses alamiah ini.
Realita proses penuaan jasmani ini tidak bisa dihindari meskipun ada vitamin-vitamin yang bisa manjaga kebugaran atau mengulur waktu penuaannya. Termasuk juga dengan berolah raga, beristirahat cukup  dan sebagainya akan membantu kesehatan dan kekuatan tubuh namun bukan berarti proses itu berhenti tapi agak diperlambat dan puncaknya adalah mati. Maka tinggal sikap saya mau menerima relaita ini atau menolaknya, kalau aku menerima maka aku akan menyiapkan diri bila ada perubahan dan tentu saja akan membuatku nyaman dalam menghadapi setiap keadaan.
Namun yang jauh lebih penting adalah apakah hidup batiniahku makin bertumbuh dewasa. Seharusnya dengan bertambahnya umurku maka batiniahku juga makin matang. meskipun tidak menjamin demikian.
Biarlah hidupku makin sederhana dan persoalan yang harus dihadapi makin mematangkan hidupku. Tentu saja itu ditopang dengan relasi dengan Tuhan yang makin intim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar