Anakku, Ketika kamu lahir ke
dunia. Aku bahagia sekali, aku lega, aku senang bahkan tak terasa ada tetesan
air mata mengalir di pipi tanda keharuan. Kami orangtuamu memang sudah
mengharapkan kehadiranmu di dunia ini. Semenjak engkau belum terbentuk di rahim
ibumu, kami memintanya kepada Sang Pemberi kehidupan supaya menitipkan “benih”
itu di rahim ibumu. Bahkan kadang kami melakukannya setekun-tekunnya kalau
tidak bisa dibilang sedikit memaksa Tuhan. Setelah tahu kamu ada, lalu kami
berusaha melakukan apapun supaya kamu hidup dan sehat ketika lahir baik jasmani
maupun jiwa.
Sekarang kamu sudah menjadi
anak-anak dan sudah menikmati semua yang ada di dunia ini meski dalam ruang
lingkup yang masih terbatas. Saat ini ketika aku melihatmu aku jadi merenung.
Anakku, ternyata kehadiranmu yang kuharapkan itu ada
motif-motif egoismeku. Aku bangga punya anak karena dengan demikian,
terbuktilah bahwa ayah dan ibumu itu “tokcer” alias subur alias tidak mandul.
Aku senang karena kamu bisa menjadi penghiburanku di kala aku capai kerja,
ketika aku penat menjalani kerumitan hidup, tatkala aku membutuhkan bantuan dan
sebagainya. Aku tenang karena kelak moga-moga di masa tuaku ada yang akan
merawat aku. Dan juga aku bisa bertepuk dada karena akan mewariskan keturunan
demi keturunan dan karenanya itu nama akhirku kutempelkan di belakang namamu
(kamu tidak bisa melepaskan itu karena ada akte tertulis yang sah) sehingga
kelak orang-orang akan tahu kamu dan keturunanmu lahir dari keturunan siapa.
Dan lagi, siapa tahu dalam hidupmu kelak kamu bisa merealisasikan mimpi-mimpiku
yang tak dapat kuraih ketika aku muda dulu. Seringkali ini semua tertutupi dan
tidak terungkap pada banyak orangtua. Oh
betapa egoisnya aku…
Sebenarnya kamu ada di dunia ini
bukan maumu. Kalau aku bisa mengembalikanmu ke tempat asalmu, namun aku tidak
sanggup, kamu sudah lahir dan kamu ada. Aku tidak tega membiarkanmu mengarungi
dunia ini yang makin lama makin kelam ini. Kamu sudah pernah merasakan sakit
dan bisa akan sakit lagi. Kamu mengalami tidak enaknya dibenci dan membenci,
kamu tertolak, terhina, kamu lapar, kamu kesepian, cacat, gagal, berjuang
mengatasi kebiasaan burukmu yang memang biangnya ada di dirimu, lelah, berjuang
menghadapi ujian di sekolah,
berkompetisi cari kerja,
kesusahan yang bisa ada dalam rumah tangga, digerogoti usia, merasa tak berarti
dan kelak juga kematian. Kamu bisa jadi akan mengalami semua itu, karena itu
juga dialami semua manusia di dunia.
Tidak hanya kamu alami sendiri,
kamu juga akan melihat anak-anak menangis kelaparan kurang gizi, anak-anak alam
tanpa bapa dan ibu (tidak tahu entah dimana), anak-anak yang harus menanggung
penyakit mematikan karena tertular oleh kecerobohan orang lain, ada juga
istri-istri yang menangis karena entah dimana suaminya atau diperlakukan
semena-mena, suami-suami yang dikhianati istri-istrinya. Bila kamu pergi ke
jalan-jalan, lihatlah kadang ada orang tanpa terurus compang-camping
meminta-minta , cacat, kusta bahkan ada yang teriak sambil telanjang, ada
tangisan dimana-mana karena penindasan, bencana alam, perkosaan, pembunuhan,
terlindas kereta dan sebagainya. Namun juga kamu akan lihat orang
terkekeh-kekeh sampai lidahnya trejulur penuh busa karena kekenyangan makan
uang yang bukan haknya,
Aku sudah pernah merasakan pernak
pernik itu dalam perjalanan hidupku dan banyak kulihat. Jadi aku tahu itulah
dunia, mekipun kamu juga akan menemui keindahannya : kicauan burung, harumnya
bunga, perhatian orang lain, dicintai dan mencintai, menerima penghargaan, jadi
idola, senandung merdunya music, ciuman pertama, menikah dan sebagainya,
Lalu harus bagaimana?
Bila aku harus merenungkan lagi. Mungkin
enak kalau kamu tidak pernah ada supaya kamu tidak perlu merasakan pahitnya
hidup, tapi jauh lebih berguna kalau kamu ada. Sebaiknya kamu memang harus
lahir dan ada di dunia ini, karena Pemilik hidupmu yang sejati memang
menghendakinya demikian. Aku tidak punya hak apa-apa untuk hidupmu meskipun aku
orangtuamu. Hidupmu bagi Dia dan orangtuamu diperlengkapi untuk mengantarmu
kesana. Yang perlu aku lakukan adalah meluruskan kembali semua motif-motif
egoisme yang tersembunyi dalam hatiku itu.
Anakku, ingatlah ini. Kamu ada
supaya bisa menolong lain. Kalau ada orang menangis, hiburlah dia dan sediakan
bahumu untuk menyandarkan kepalanya. Bila ada orang buta, tuntunlah ia dan
berikan tongkatmu. Bila ada orang sakit, obatilah. Bila ada orang sedih,
buatlah dia tersenyum, bila ada yang kehilangan jadikan dirimu penggantinya.
Ketika orang lapar dan haus, beri mereka makan dan minum, kalau mereka
telanjang tutupilah dengan pakaianmu, yang terpenjara bebaskanlah, yang sekarat
kesepian menjelang ajal peluklah dan hantarkan dengan tenang.
Anakku, kamu memang sudah
nyemplung ke dunia. Jangan tenggelam, tapi juga jangan cepat-cepat “mentas”.
Aku tahu ketika kamu lahir dulu, banyak orang disekitarmu tertawa dan senang
menyambutmu padahal kamu saat itu menangis sendirian, karena sedang nyemplung
di dunia. Tapi berharaplah dan orangtuamu doakan juga supaya ketika kamu “mentas”
kamu tertawa dan tersenyum sendiri namun sebaliknya banyak orang akan
menangisimu. Kamu sudah kembali ke asalmu dengan penuh kepuasan karena
menjalankan maksudNya.
Nb :
Nyemplung (bhs jawa) = masuk ke
dalam air
Mentas (bhs jawa) = sudah keluar
dari air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar