Senin, 07 Mei 2012

“Nyemplung” di dunia (Renungan Batin - orang tua & anak)



Anakku, Ketika kamu lahir ke dunia. Aku bahagia sekali, aku lega, aku senang bahkan tak terasa ada tetesan air mata mengalir di pipi tanda keharuan. Kami orangtuamu memang sudah mengharapkan kehadiranmu di dunia ini. Semenjak engkau belum terbentuk di rahim ibumu, kami memintanya kepada Sang Pemberi kehidupan supaya menitipkan “benih” itu di rahim ibumu. Bahkan kadang kami melakukannya setekun-tekunnya kalau tidak bisa dibilang sedikit memaksa Tuhan. Setelah tahu kamu ada, lalu kami berusaha melakukan apapun supaya kamu hidup dan sehat ketika lahir baik jasmani maupun jiwa.
Sekarang kamu sudah menjadi anak-anak dan sudah menikmati semua yang ada di dunia ini meski dalam ruang lingkup yang masih terbatas. Saat ini ketika aku melihatmu aku jadi merenung.
Anakku,  ternyata kehadiranmu yang kuharapkan itu ada motif-motif egoismeku. Aku bangga punya anak karena dengan demikian, terbuktilah bahwa ayah dan ibumu itu “tokcer” alias subur alias tidak mandul. Aku senang karena kamu bisa menjadi penghiburanku di kala aku capai kerja, ketika aku penat menjalani kerumitan hidup, tatkala aku membutuhkan bantuan dan sebagainya. Aku tenang karena kelak moga-moga di masa tuaku ada yang akan merawat aku. Dan juga aku bisa bertepuk dada karena akan mewariskan keturunan demi keturunan dan karenanya itu nama akhirku kutempelkan di belakang namamu (kamu tidak bisa melepaskan itu karena ada akte tertulis yang sah) sehingga kelak orang-orang akan tahu kamu dan keturunanmu lahir dari keturunan siapa. Dan lagi, siapa tahu dalam hidupmu kelak kamu bisa merealisasikan mimpi-mimpiku yang tak dapat kuraih ketika aku muda dulu. Seringkali ini semua tertutupi dan tidak terungkap pada banyak orangtua.  Oh betapa egoisnya aku…
Sebenarnya kamu ada di dunia ini bukan maumu. Kalau aku bisa mengembalikanmu ke tempat asalmu, namun aku tidak sanggup, kamu sudah lahir dan kamu ada. Aku tidak tega membiarkanmu mengarungi dunia ini yang makin lama makin kelam ini. Kamu sudah pernah merasakan sakit dan bisa akan sakit lagi. Kamu mengalami tidak enaknya dibenci dan membenci, kamu tertolak, terhina, kamu lapar, kamu kesepian, cacat, gagal, berjuang mengatasi kebiasaan burukmu yang memang biangnya ada di dirimu, lelah, berjuang menghadapi ujian di sekolah,  berkompetisi  cari kerja, kesusahan yang bisa ada dalam rumah tangga, digerogoti usia, merasa tak berarti dan kelak juga kematian. Kamu bisa jadi akan mengalami semua itu, karena itu juga dialami semua manusia di dunia.
Tidak hanya kamu alami sendiri, kamu juga akan melihat anak-anak menangis kelaparan kurang gizi, anak-anak alam tanpa bapa dan ibu (tidak tahu entah dimana), anak-anak yang harus menanggung penyakit mematikan karena tertular oleh kecerobohan orang lain, ada juga istri-istri yang menangis karena entah dimana suaminya atau diperlakukan semena-mena, suami-suami yang dikhianati istri-istrinya. Bila kamu pergi ke jalan-jalan, lihatlah kadang ada orang tanpa terurus compang-camping meminta-minta , cacat, kusta bahkan ada yang teriak sambil telanjang, ada tangisan dimana-mana karena penindasan, bencana alam, perkosaan, pembunuhan, terlindas kereta dan sebagainya. Namun juga kamu akan lihat orang terkekeh-kekeh sampai lidahnya trejulur penuh busa karena kekenyangan makan uang yang bukan haknya,
Aku sudah pernah merasakan pernak pernik itu dalam perjalanan hidupku dan banyak kulihat. Jadi aku tahu itulah dunia, mekipun kamu juga akan menemui keindahannya : kicauan burung, harumnya bunga, perhatian orang lain, dicintai dan mencintai, menerima penghargaan, jadi idola, senandung merdunya music, ciuman pertama, menikah dan sebagainya,
Lalu harus bagaimana?
Bila aku harus merenungkan lagi. Mungkin enak kalau kamu tidak pernah ada supaya kamu tidak perlu merasakan pahitnya hidup, tapi jauh lebih berguna kalau kamu ada. Sebaiknya kamu memang harus lahir dan ada di dunia ini, karena Pemilik hidupmu yang sejati memang menghendakinya demikian. Aku tidak punya hak apa-apa untuk hidupmu meskipun aku orangtuamu. Hidupmu bagi Dia dan orangtuamu diperlengkapi untuk mengantarmu kesana. Yang perlu aku lakukan adalah meluruskan kembali semua motif-motif egoisme yang tersembunyi dalam hatiku itu.
Anakku, ingatlah ini. Kamu ada supaya bisa menolong lain. Kalau ada orang menangis, hiburlah dia dan sediakan bahumu untuk menyandarkan kepalanya. Bila ada orang buta, tuntunlah ia dan berikan tongkatmu. Bila ada orang sakit, obatilah. Bila ada orang sedih, buatlah dia tersenyum, bila ada yang kehilangan jadikan dirimu penggantinya. Ketika orang lapar dan haus, beri mereka makan dan minum, kalau mereka telanjang tutupilah dengan pakaianmu, yang terpenjara bebaskanlah, yang sekarat kesepian menjelang ajal peluklah dan hantarkan dengan tenang.
Anakku, kamu memang sudah nyemplung ke dunia. Jangan tenggelam, tapi juga jangan cepat-cepat “mentas”. Aku tahu ketika kamu lahir dulu, banyak orang disekitarmu tertawa dan senang menyambutmu padahal kamu saat itu menangis sendirian, karena sedang nyemplung di dunia. Tapi berharaplah dan orangtuamu doakan juga supaya ketika kamu “mentas” kamu tertawa dan tersenyum sendiri namun sebaliknya banyak orang akan menangisimu. Kamu sudah kembali ke asalmu dengan penuh kepuasan karena menjalankan maksudNya.
Nb :
Nyemplung (bhs jawa) = masuk ke dalam air
Mentas (bhs jawa) = sudah keluar dari air

Tidak ada komentar:

Posting Komentar