Selasa, 13 Desember 2011

Anak Monster (renungan batin – Orangtua & Anak - 4)


Memiliki anak memang menyenangkan. Bagi keluarga muda yang merindukan segera menimang anak, tentu sesuatu yang sangat menggembirakan bila anak itu lahir. Apalagi bagi pasangan yang telah lama menikah namun belum dikarunia anak, itu pasti juga sangat dinanti-nantikan. Apalagi itu anak pertama.

Biasanya hanya berdua dan suasana rumah terasa sepi, kini terdengar suara bayi yang memecah keheningan dan menciptakan keramaian yang menyenangkan. Tangis bayi itu, ocehannya, ketawanya dan sebagainya sepertinya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Meskipun harus sering mengganti popok yang basah terkena pipis atau kotoran, malam-malam terbangun karena si bayi justru tidak tidur, namun semua itu tidak menjadi beban bagi orangtua untuk melakukannya karena perasaan yang gembira karena kehadiran bayi itu tak tergantikan.

Selalu ada moment untuk diabadikan dalam foto-foto dan itu menjadi catatan perjalanan si anak. Bila orang tua bertemu temannya, temanya selalu tentang anak yang dibicarakan dan tak berat hati si orangtua akan menunjukkan foto terbaru anaknya kepada teman-temannya. Selalu ada cerita tentang anak dan tidak pernah kehabisan kata-kata untuk menguraikannya.

Selalu ada kerinduan bila orangtua pergi. Yang dirasakan menyesak di dada adalah dorongan untuk memeluk, bercanda, membelai dan sebagainya kepada si anak. Maka seringkali orangtua akan menyimpan foto anaknya di dompet atau di HP bahkan mem-video-kan anaknya supaya bisa dilihat dimanapun di saat rasa “kangen” itu muncul. Bila salah satu pasangan pergi, entahlah apakah kerinduan ini sama yang dirasakan terhadap pasangannya? Atau kerinduan terhadap anak berbeda dengan kerinduan terhadap pasangan?

Namun saya menyadari bahwa didalam kondisi yang sangat menyenangkan dan hal itu sangat wajar dialami semua orangtua dalam hubungannya dengan anaknya. Ada fakta yang tidak bisa saya abaikan, anak saya tetaplah sebagai orang berdosa. Dia dilahirkan dalam dosa. Di dalam dia ada potensi untuk berbuat dosa. Ada waktunya nanti tanda-tanda pembrontakannya akan nampak. Dia akan mewarisi sikap tidak mau di atur dari nenek moyangnya.

Saya harus melihatnya secara seimbang. Saya tahu anak saya memberikan kegembiraan, penghiburan, dan bisa memberikan kebaikan-kebaikan yang lainnya namun di sisi lain anak saya tersebut dapat membuat saya sedih, kecewa, menangis bahkan marah dan kalau perlu ada tindakan disiplin kepadanya karena tabiat dosanya.

Akan ada waktunya, biasanya mulai usia dua tahunan anak akan makin menampakkan ciri perlawanannya. Mereka akan menentang kewibawaan orangtua. Pada masa itu terjadi “pergulatan” antara si anak dan orantuanya, untuk memenangkan siapa yang berkuasa dirumah.

Persoalannya seringkali perlawanan-perlawanan kecil ini dianggap remeh dan lucu oleh para orangtua, sehingga tidak jarang mereka malah mentertawakan perilaku tersebut. Mereka menganggap itu polah anak-anak.

Anak-anak tidak cukup mendapat pemenuhan sandang pangan dan kasih sayang. Namun juga membutuhkan disiplin. Hal ini diperlukan karena menghadapi dorongan dosa dalam diri anak, yang anak itu sendiri bergumul dalam mengatasinya. Dilakukan bukan karena benci tapi karena kasih, bersama-sama menolong anak mengatasi pergumulannya melawan dosa. Kadang akan menangis bersama karena menyadari betapa ngerinya dosanya, kadang tertawa bersama setelah melewati disiplin bersama.

Ada anak yang usia tiga tahun yang disuruh ibunya tidur siang, tapi ia tidak mau dan ia berteriak-teriak yang mengganggu tetangga. Lalu ia minta minum lalu minta yang lain, yang sebenarnya ingin menyatakan penolakan pada perintah ibunya. Pertama-tama ibunya menolak, tapi akhirnya ibu ini menyerah karena anaknya menjerit dengan keras. Ceritanya tidak sampai disini. Ada keadaan yang tragis dialami si ibu ini, suatu malam ketika dia tidur, anaknya bangun dan membuang pipisnya ketelinga si ibu.

Mungkin hal ini tidak pernah terbayang oleh si ibu bahwa anaknya yang dulu menyenangkan sekarang meyusahkan hatinya. Dulunya lucu dan baik sekarang menjadi anak monster.

Sebenarnya si anak membutuhkan pertolongan dalam mengatasi tabiat dosanya. Tugas orangtua menolong supaya dia menghargai orangtuanya dan taat. Ini dilakukan terus menerus dan membutuhkan kesabaran dan doa. Bila orangtua salah mengasuhnya, maka bisa jadi akan muncul monster dalam keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar